“Dari ribuan peserta yang hadir pada aksi massa di dua lokasi, 15 sampai 20 persen peserta apel akbar adalah anak-anak. Artinya sudah kesekian kali anak-anak terlibat aksi tanpa sanksi yang tegas,” kata Anggota KPAI Jasra Putra dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, KPAI menyayangkan masih terus dilibatkan anak-anak, mulai bayi, anak kecil, hingga remaja dalam aksi tersebut, apalagi masih dalam kondisi pandemi COVID-19.
“KPAI menyayangkan keberadaan panitia, orator dan tokoh acara yang berada dalam keteduhan panggung, dan anak anak dalam terik panas,” kata Jasra.
Dia mengatakan KPAI menilai situasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di Jakarta harusnya dipatuhi oleh para peserta aksi.
Apalagi, ia menyebutkan data anak yang positif COVID-19 per 16 Juni 2020 telah mencapai 3.155 anak, dengan rincian usia 0-5 tahun ada 888 anak dan 2.267 di usia 6-17 tahun.
Pemantauan di lapangan, katanya, juga memperlihatkan ada orang tua yang bermasker dan ada yang tidak, termasuk balita ada yang bermasker dan tidak.
Bukan hanya itu, lanjut Jasra, ujaran dan perkataan keras terlontar bahkan mengarah kepada kebencian sesama dalam aksi tersebut yang akan memberi dampak buruk kepada perkembangan jiwa anak-anak ke depan.
Secara keseluruhan, pihaknya menyayangkan aksi PA 212 yang masih terus membiarkan anak-anak terlibat dalam aksi mereka dan berharap para penegak aturan perlindungan anak dapat memberi sanksi tegas.
“Agar dampak resiko, ancaman jiwa masa depan anak anak Indonesia dapat diselamatkan sejak dini, KPAI meminta anak-anak tidak terus-menerus diikutkan aksi massa, unjuk rasa, dan kampanye politik. Karena pengalaman buruk yang seharusnya tidak boleh diulang bangsa ini,” pungkas Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak itu.
Untuk diketahui, Kongres Wanita Indonesia (Kowani) sudah melaporkan kejadian pelibatan anak tersebut ke KPAI dalam aksi tolak RUU HIP, di depan Gedung DPR pada Rabu (26/6) lalu yang dilakukan Aliansi Nasional Anti-Komunis (Anak NKRI), beranggotakan di antaranya PA 212, bekas ormas Front Pembela Islam (FPI), dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF). (net)