Barita LH Simanjuntak dalam rilisnya yang diterima di Jakarta, Minggu (19/7), mengingatkan hal tersebut karena Joko Tjandra disinyalemen sempat mengubah namanya menjadi Joko Soegiarto Tjandra melalui Pengadilan Negeri di Papua.
“Setiap pelaku tindak pidana korupsi kalau sudah ada putusan pengadilan, kejar tangkap orangnya, kejar uangnya, dan asetnya, itu sudah satu paket. Jadi bukan hanya orangnya dan uangnya, tapi (mengeksekusi) hartanya sesuai putusan pengadilan juga harus dilaksanakan,” tutur Barita.
“Itu harus disesuaikan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sehingga komplit. Tangkap orangnya eksekusi sesuai putusan, kejar harta-hartanya karena sesuai putusan pengadilan, dan kejar uangnya juga,” ujarnya.
Sementara Koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia), Boyamin Saiman menjelaskan penegak hukum bisa saja merampas harta atau aset-aset milik buronan kasus Bank Bali Joko Tjandra.
Joko Tjandra patut diduga selama pelariannya mendapatkan beberapa aset terkait dengan keberadaan hasil investasi dan lainnya.
“Itu bisa saja diambil oleh negara karena diperoleh saat buron, namun harta tersebut dialihkan kepada pihak lain. Serangkaian ini tetap bisa ditindaklanjuti penegak hukum untuk diambil,” kata Boyamin.
Menurut dia hal yang berkaitan dengan harta-harta yang diperoleh selama masa buron, patut diduga didapat menggunakan cara-cara ilegal.
“Karena dalam penjelasan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang itu, tidak harus dicari atau ditemukan predikat crime-nya apabila diduga ini hasil pencucian uang,” ucap Boyamin.
Apalagi, menurut Boyamin beredar kabar kedatangan Joko Tjandra ke Indonesia tersebut dalam rangka menyelamatkan aset-asetnya yang rata-rata berupa PT dan saham yang tampaknya sudah atas nama orang lain.
“PPATK, kepolisian, kejaksaan dan KPK harus turun tangan berkaitan harta-harta Joko Tjandra di Indonesia,” ujarnya. (net)