KAB. BANDUNG, bipol.co – Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Bandung, Hj. Kurnia Agustina Dadang Naser, menyatakan prihatin atas peristiwa yang menimpa anak pengamen di Cicalengka beberapa hari lalu.
“Pastinya saya merasa prihatin terhadap peristiwa yang terjadi di Cicalengka, apalagi di tengah siatuasi masyarakat yang tidak mudah saat ini,” kata Hj. Kurnia yang biasa disapa Teh Nia ini kepada wartawan usai menghadiri acara Pos Pantau Komunitas Munding Dongkol di Kecamatan Dayehkolot, Kabupaten Bandung, Rabu (22/7/2020).
Hj. Kurnia memerkirakan, salah satu pemicu terjadinya peristiwa itu kemungkinan akibat himpitan tekanan ekonomi, stressing yang ada di keluarga, sehingga keluarga yang terdiri atas teman teman pengamen dan anak-anaknya itu turun ke jalanan. ini berimbas, berakibat disharmoni di dalam rumah tangga.
“Apalagi intrik yang terjadi ayah tiri dan lain sebagainya, sehingga menewaskan sang anak tiri. Buat saya, apa pun alasannya ketika menyangkut urusan nyawa dan anak di dalamnya, tentu saya sangat sesalkan,” ucap Teh Nia.
Nia menyampaikan, pihaknya telah mengumpulkan informasi mengenai keberadaan para pengamen di jalanan yang sudah dilakukan pembinaan dinas terkait, dalam hal ini Dinas Sosial.
“Tetapi masalah karakter salah satu jadi pemicunya. Perubahan karakter yang dirasakan para pengamen setelah dibina Dinas Sosial, hanya bertahan satu bulan. Setelahnya, mereka lebih senang secara instan turun lagi ke jalananan,” paparnya.
Akibatnya, ucap Nia, banyak sekali konsekuensinya. Terutama untuk anak-anak yang bukan waktunya turun ke jalanan, walaupun dalam situasi corona seperti ini.
“Jadi sekali lagi atas nama ketua TP2TP2A Kabupaten Bandung, saya sangat menyesalkan peristiwa yang menimpa pemgamen di Cicalengka,” tuturnya.
“Tapi ini jadi bahan masukan, ternyata stressing di tingkat masyarakat, di level mana pun, perlu sentuhan dan perhatian agar semuanya menyadari bahwa situasi seperti ini harus diberikan solusi bersama dilandasi hati terbuka open mind agar mau menerima masukan saran dan iformasi seperti ini,” tuturnya lagi.
Kaitan itu, kata Teh Nia, TP2TP2A punya program model, yaitu “ketahui di mana anak bermain, cari tahu dengan siapa anak bermain, cari tahu permainan apà yang dimainkan, dan terakhir libatkan ayah dalam pengasuhan”.
“Ternyata pesan i ni tidak semuanya bisa diterjemahkan. Belum semuanya bisa dicerna. Ini jadi tantangan bagi TP2TP2A. Salah satunya karena kolerasi yang belum nyambung, terutama kepedulian lingkungan yang seharusnya turut memperhatikan, paparnya.
Pola pengasuhan pralegal ini, kata The Nia, perlu diintensifkan, walaupun terkendala dalam situasi protokol kesehatan saat ini.
Data pengamen jalanan di Kabulaten Bandung, lanjut Nia, cenderung sedikit lampu merah, tidak seperti Kota Bandung. Jadi para pengamen terdata, tapi bukan skala prioritas.
“Tapi kalau keberadaan anak punk karena perbatasan dengan Kota Bandung, terkadang ketika disisir dari batas kota seharusnya ada komunikasi lintas antar Satpol PP untuk penggiringan anak punk,” tuturnya.
Kebanyakan anak punk yang liar, imbuh Nia, berada di kecamatan tertentu. Mereka secara trekingnya punya kode tersendiri di medsos.
“Jadi mereka tahu siapa yang masuk, kalau bukan komunitasnya bisa diblokir,” katanya.*
Reporter: Deddy | Editor: Harie