JAKARTA.bipol.co – Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin menyebut pendemik COVID-19 membawa hikmah positif terbentuknya regulasi administrasi dan persidangan perkara pidana secara elektronik lebih cepat.
Dalam Sidang Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2020 yang disiarkan secara daring di Jakarta, Rabu (17/2/2021), Ketua MA mengatakan sesuai Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035, proses migrasi dari sistem peradilan konvensional ke sistem peradilan elektronik terjadi pada 2021-2025.
“Namun, kita patut bersyukur karena sistem peradilan elektronik telah berhasil diwujudkan setahun lebih cepat dari yang diamanatkan oleh Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 tersebut,” ujar Muhammad Syarifuddin.
Mahkamah Agung menerbitkan beberapa kebijakan berupa surat edaran sebagai panduan pelaksanaan tugas aparatur peradilan di masa pandemik.
Kebijakan tersebut antara lain SEMA Nomor 1 Tahun 2020 yang empat kali diubah, terakhir dengan SEMA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran COVID-19.
Kemudian SEMA Nomor 6 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya Dalam Tatanan Normal Baru serta SEMA Nomor 8 Tahun 2020 yang diubah dengan SEMA Nomor 9 Tahun 2020 terkait pengaturan jam kerja di badan peradilan wilayah Jabodetabek dan wilayah zona merah.
“Penerbitan kebijakan tersebut bertujuan untuk melindungi aparatur peradilan dan para pencari keadilan dari penyebaran wabah COVID-19,” tutur Muhammad Syarifuddin.
Selain perkara pidana, Mahkamah Agung menerima 186.987 perkara perdata, perdata agama, dan tata usaha negara yang didaftarkan melalui aplikasi e-court. Dari jumlah itu, sebanyak 8.560 perkara disidangkan dengan e-litigation. (web/deden.gp)
)