BIPOL.CO, JAKARTA – Eskalasi perang antara kelompok pejuang Hamas Palestina dan Israel makin meningkat. Israel melakukan serangan balasan yang bertubi-tubi ke wilayah Gaza. Para sekutu Hamas di Lebanon dan Yaman pun tak ketinggalan melakukan serangan ke Israel.
Militer Israel mengatakan telah mengepung Gaza, Kamis malam waktu setempat. Ini ditegaskan juru bicara militer Israel Daniel Hagari setelah berhari-hari memperluas operasi darat.
“Tentara Israel telah menyelesaikan pengepungan kota Gaza, pusat organisasi teror Hamas,” kata Hagari kepada wartawan, dikutip AFP via CNBC Indonesia, Jumat (3/11/2023).
“Konsep gencatan senjata saat ini sama sekali tidak dibahas,” tambahnya.
Hal sama juga dimuat laporan Al-Jazeera. Hagari mengatakan pasukan Israel “menyerang pos-pos terdepan, markas besar Hamas, meluncurkan posisi dan meluncurkan infrastruktur”.
“Kami terlibat dalam pertempuran tatap muka,” tegasnya dikutip media Qatar tersebut.
Dalam pantauan wartawan setempat, disebut juga bagaimana tank-tank Israel memasuki arah kota. Salah satunya di Al-Shifa dan Jalan Eldeen.
“Baku tembak sengit terjadi antara kelompok tempur dan tank Israel yang mencoba masuk ke dalam pusat kota,” tambah laporan itu.
Dari laporan yang sama, situasi Gaza dilaporkan makin mencekam. Jumat pagi, suara ambulans dilaporkan meraung di daerah itu.
Biden beri seruan baru
Situasi Gaza, Palestina makin memburuk. Terbaru militer Israel menyebut sudah mengepung daerah kantong itu, dengan tentara daratnya.
Namun, Amerika Serikat (AS) tak menyerukan gencatan senjata, sebagaimana 120 negara di PBB, pekan lalu. Sekutu Israel itu, malah menyuarakan “jeda kemanusiaan dalam konflik Israel-Hamas”, Kamis malam (2/11/2023).
Hal ini disampaikan pejabat senior Gedung Putih, pasca Presiden Joe Biden didesak oleh salah satu warga dalam sebuah kemunculan di publik untuk menyerukan gencatan senjata dalam perang. “Saya pikir kita perlu jeda,” kata Biden.
Setelahnya, berbicara kepada wartawan, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby mengklarifikasi apa yang dimaksud dengan jeda tersebut. Namun, AFP menegaskan, ini jauh dari gencatan senjata yang diminta secara umum.
“Jeda kemanusiaan… bersifat sementara, terlokalisasi dan terfokus, terfokus pada tujuan atau sasaran tertentu, bantuan kemanusiaan masuk, orang keluar,” kata Kirby.
“Gagasan umumnya adalah bahwa dalam wilayah geografis tersebut, dalam waktu yang terbatas, akan terjadi penghentian permusuhan, cukup untuk memungkinkan apa pun yang Anda izinkan,” jelasnya.
Sementara Proksi Iran di Lebanon, Hizbullah, dilaporkan melakukan penyerangan Kamis. Dalam laporan laman yang sama, Hizbullah mengaku menyerang 19 polisi Israel dalam “serangan terkoordinasi”.
Kelompok yang juga berbasis di Lebanon itu mengatakan, mereka menyerang posisi militer Israel di sepanjang perbatasan secara bersamaan pada pukul 15.30 kemarin. Dikatakan bahwa pihaknya menargetkan posisi tersebut dengan “peluru kendali, tembakan artileri” dan senjata lainnya.
Sebelumnya, kelompok Houthi di Yaman, yang menjadi sekutu Hizbullah, juga dilaporkan menyerang Israel. Sejumlah drone ditembakkan Rabu.
“Drone mencapai target,” tegas juru bicara Houthi dikutip dalam update Al Jazeera. “Kami akan terus melakukan operasi militer untuk mendukung rakyat Palestina sampai agresi Israel di Gaza berhenti.”
Disisi lain, kelompok bersenjata yang juga penguasa wilayah Jalur Gaza Palestina, Hamas, buka suara soal Israel yang disebut telah mengepung Gaza. Pernyataan terbaru disampaikan sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, pada Kamis (2/11/2023).
Dalam rilisnya, Hamas mengancam Israel bahwa langkah pengepungan akan menjadi kutukan sejarah bagi Negeri Yahudi itu. Kelompok itu menyebut bahwa bila Israel terus menekan, mereka akan mengambil langkah yang memiliki konsekuensi bencana bagi Yerusalem Barat, yang diklaim kalangan Zionis sebagai ibu kota Israel.
“Akan ada banyak korban di antara pasukan Israel. Lebih banyak tentara Israel akan kembali dalam tas hitam,” ujar juru bicara kelompok militan tersebut, Abu Obeida.
LAS beri bantuan ke Israel
DPR AS yang dipimpin Partai Republik meloloskan rancangan undang-undang yang akan memberi Israel US$14 miliar atau sekitar Rp 221 triliun. Namun ini akan memotong anggaran badan pajak.
Kota Gaza dan Gaza utara “sebagian besar terputus” dari wilayah lainnya sebagai akibat dari operasi darat Israel dan bentrokan terkait dengan kelompok bersenjata Palestina. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Bantuan PBB, OCHA.
Ini berarti bahwa pengiriman bantuan kemanusiaan dari wilayah selatan kepada sekitar 300.000 pengungsi internal di wilayah utara telah “terhenti”.
OCHA melaporkan bahwa pada hari Rabu sepuluh truk yang membawa air, makanan dan obat-obatan memasuki Gaza melalui penyeberangan Rafah di perbatasan selatan wilayah tersebut dengan Mesir, sehingga jumlah total truk bantuan yang diizinkan masuk sejak 21 Oktober menjadi 227 truk.
Kepala bantuan PBB Martin Griffiths, yang baru saja menyelesaikan kunjungan ke Israel dan Wilayah Pendudukan Palestina, mengatakan bahwa “truk-truk yang telah menyeberang ke Gaza sejauh ini setelah negosiasi yang melelahkan memberikan bantuan tetapi tidak cukup”.
Masuknya bahan bakar penting untuk rumah sakit, ambulans dan pabrik desalinasi air masih dilarang oleh otoritas Israel.
Korban tewas anak melejit
Jumlah anak-anak yang terbunuh di Gaza dalam tiga minggu terakhir lebih banyak dibandingkan jumlah total korban tewas dalam konflik di seluruh dunia. Ini dihitung sejak 2019.
Organisasi non-pemerintah Save the Children menyebut per data Minggu, setidaknya 3.324 anak telah terbunuh di Gaza sejak 7 Oktober, sementara 36 anak meninggal di Tepi Barat. Sementara Jumat (3/11/2023), ada sebanyak 3.760 anak-anak dari total 9.061 warga yang tewas di Jalur Gaza.
Mengutip laporan dari Sekretaris Jenderal PBB tentang anak-anak dan konflik bersenjata, Save the Children menyebut total 2.985 anak terbunuh di 24 negara pada tahun 2022. Sementara sebanyak 2.515 pada tahun 2021 dan 2.674 pada tahun 2020 di 22 negara.
“Kematian satu anak adalah satu hal yang terlalu banyak, namun ini adalah pelanggaran berat yang sangat besar,” kata Direktur Save the Children untuk wilayah Palestina Jason Lee, seperti dikutip Al Jazeera.
Ia pun menyuarakan gencatan senjata. Menurutnya ini penting untuk memastikan keselamatan anak-anak.
“Gencatan senjata adalah satu-satunya cara untuk memastikan keselamatan mereka,” tambahnya.
“Komunitas internasional harus mendahulukan masyarakat dibandingkan politik. Setiap hari yang dihabiskan untuk berdebat menyebabkan anak-anak terbunuh dan terluka. Anak-anak harus dilindungi setiap saat, terutama ketika mereka mencari keselamatan di sekolah dan rumah sakit,” jelasnya.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bertemu dengan kabinet perang Israel di Tel Aviv, setelah pertemuan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menurut Departemen Luar Negeri.
Blinken tiba di Israel pada hari Jumat untuk bertemu dengan Netanyahu dan pejabat senior Israel lainnya. Ia didampingi oleh Duta Besar AS untuk Israel yang baru dikukuhkan, Jack Lew.
Ini merupakan kunjungan ketiga Blinken ke Israel sejak serangan Hamas 7 Oktober.
Dalam sambutannya kepada media sebelum meninggalkan Washington pada hari Kamis, Blinken mengatakan dia berencana untuk berbicara dengan pemerintah Israel tentang “kampanye yang sedang berlangsung melawan organisasi teroris Hamas” dan “langkah-langkah yang perlu diambil untuk melindungi warga sipil.”
Tetangga Saudi mulai khawatir
Kelompok-kelompok ekstremis dapat “mengambil keuntungan” dari konflik di Israel dan Gaza dan menyebabkan lebih banyak kekerasan regional. Hal ini disampaikan Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA).
Berbicara pada konferensi di Abu Dhabi, pejabat Kementerian Luar Negeri UEA, Noura Al Kaabi, mengatakan bahwa dunia tidak dapat mengabaikan konteks yang lebih luas dan perlunya menurunkan suhu regional yang mendekati titik didih.
“Risiko penyebaran regional dan eskalasi lebih lanjut adalah nyata, begitu pula risiko bahwa kelompok-kelompok ekstremis akan mengambil keuntungan dari situasi ini untuk memajukan ideologi yang akan membuat kita terjebak dalam siklus kekerasan,” katanya, seraya menambahkan bahwa “diplomasi dan kerja sama yang kuat antar negara-negara di dunia adalah hal yang nyata.(*)