BIPOL.CO, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Kemudian, enam dari sembilan tersangka merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina. Keenamnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin.
Terkait dugaan Korupsi di Pertamina itu, Eks anggota tim Anti Mafia Minyak dan Gas (Migas), Fahmy Radhi, mengungkap kesulitan penanganan mafia. Terutama dalam kasus Petral.
Perusahaan plat merah itu diketahui dibubarkan karena terindikasi jadi sarang mafia. Namun, hingga hari ini dianggap pelakunya masih eksis.
“Pada saat penanganan Petral, waktu itu saya sebagai salah satu anggota tim anti mafia Migas gitu ya,” kata Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu di sebuah program televisi swasta, dikutip Sabtu (15/3/2025), dikutip dari Fajar.co.
Ketua tim itu, kata Fahmy, adalah Faisal Basri. Ekonom kawakan yang kini telah meninggal dunia.
“Ketuanya Faisal Basri,” ucapnya.
Saat itu, ada hasil audit forensik yang dilakukan perusahaan Australia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kala itu, Sudirman Said, sudah ingin membawanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Ada hasil audit forensik gitu ya dari perusahaan di Australia. Nah kemudian pada saat itu, menterinya Sudirman Said akan membawa hasil forensik tadi ke KPK,” tuturnya.
Tapi saat ingin dibawa, Presiden ke-7 Jokowi mencegahnya. Sejak saat itu, kasus tersebut berhenti.
“Tetapi menurut Sudirman Said gitu, ini valid. Jokowi mencegahnya. Nah sejak dicegah itu, behentilah kasus di Petral dan tidak ada satu pun yang ditersangkakan,” terangnya.
Sementara itu, Sudirman Said dalam program televisi swasta yang berbeda mengatakan pemberantasan mafia Migas hanya butuh kelurusan.
“Bukan soal teknis, tapi kelurusan kepentingan negara. Kelurusan,” terangnya.
Pemberantasan tersebut, kata dia, sudah pernah diupayakan. Namun hanya berhenti di lingkaran istana.

Burhanuddin: Kasus Tersulit
Sementara Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui bahwa kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di anak perusahaan PT Pertamina merupakan kasus tersulit yang dihadapinya hingga saat ini. “Ya untuk sampai hari ini (kasus Pertamina paling sulit). Untuk sampai hari ini,” ujar Burhanuddin dalam program Gaspol yang ditayangkan di YouTube Kompas.com, Jumat (14/3/2025), dikutip dari Kompas.com.
Karena kasus ini sudah cukup lama, menurut dia, ada kemungkinan saksi yang dibutuhkan keterangannya justru sudah meninggal dunia. Bahkan, bisa saja barang bukti yang dibutuhkan sudah dimusnahkan atau hilang.
“Kita mengungkap yang lama ini kan, mungkin data-datanya, saksinya mungkin sudah ada yang mati, atau mungkin alat-alat buktinya juga mungkin ada yang hilang, kan ini yang menjadi tantangan itu,” ujar Burhanuddin. Terlebih, Jaksa Agung mengatakan, jika ada oknum-oknum nakal yang sengaja membuang barang bukti ketika perbuatan jahat ini dilakukan.
“Kan ter-constraint waktunya (dalam pengungkapan). Kan bisa saja yang namanya nakal, begitu selesai dibuang lah. Iya (barang bukti jadi hilang),” kata Jaksa Agung.
Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Kemudian, enam dari sembilan tersangka merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina. Keenamnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin.
Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
Sementara itu, ada tiga broker yang menjadi tersangka yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Kejagung menaksir dugaan kerugian negara pada kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)