NEGARA sebesar Indonesia baru mampu membuat MRT (mass rapid transit) sekarang. Padahal negara ini sudah berdiri 74 tahun. Negara lain sudah lebih dulu membuat jenis kereta ini. Inggris memulai transportasi ini sejak 10 Januari 1863. Jepang, Malaysia, Singapura, sudah lebih dulu membangun transportasi massal ini.
Kita baru membangun MRT saat ini. Alhamdulillah, tahap satu sudah selesai dan akan segera digunakan, mulai Senin (25/3/2019) masyarakat sudah bisa menikmatinta. Tahap pertama akan melayani Lebakbulus-Bundaran HI. Tahap selanjutnya menyusul.
Negara ini sepertinya sedang bergerak ke transportasi massal. Selain MRT, pemerintah sedang membangun kereta cepat dari Bandung ke Jakarta. Jika sudah siap, waktu temput dua kota besar ini hanya satu jam. Pergerakan manusia akan lebih cepat lagi.
Di Jawa Barat, pemerintah akan membuka kembali jalur-jalur kereta api yang mati, seperti Cianjur-Sukabumi, atau Bandung-Ciwidey, atau Ciamis-Banjar-Pangandaran. Jalur ini sebenarnya pernah ada sebelumnya. Pemerintah akan melakukan reaktivasi jalur kereta api dan kini sedang melakukan pemetaan-pemetaan. Rencananya proyek ini akan dimulai tahun ini.
Pilihan transportasi massal dibangun karena kejenuhan masyarakat terhadap transportasi yang ada semakin tinggi. Ketika kemacetan menjadi konsumsi pergerakan manusia yang rutin dijalani warga setiap hari, transportasi alternatif mulai dipikirkan.
Pilihan pun jatuh kepada transportasi massal. Maka dibangunlah jaringan transportasi ini. Sebenarnya upaya ini sudah dilakukan pemerintah sebelumnya. Kita mengenal ada sistem transportasi bus way, yang meniru pola Korea mengatasi kemacetan. Namun ternyata moda transportasi ini gagal mengatasi kemacetan di kota besar.
Tidak hanya kemacetan arus lalu-lintas nya yang macet, namun laju kendaraan busway-nya sendiri yang ikut macet. Transportasi massal lain pun dipikirkan, dan kini jatuh kepada MRT.
Selain busway, sistem transpotasi kereta listrik (KRL) juga sebelum busway dilakukan. Bahkan hingga saat ini. Namun, transportasi adalah pilihan. Masyarakat bisa menentukan sendiri angkutan yang bisa mengantarkannya ke tempat tujuan. Transportasi massal ini pun belum mengurai kemacetan di ibukota Jakarta dan sekitarnya.
Lalu apakah dengan MRT kemacetan di Jakarta akan terpecahkan? Jawabannya belum pasti. Namun setidaknya, pergerakan masyarakat di kota terbesar di negeri ini bisa lebih cepat lagi.
Kita tak yakin kemacetan akan terpecahkan karena daya angkut MRT ini boleh dibilang terbatas. MRT punya kemampuan angkut per kereta sebanyak 1.800 per kereta sekali jalan. Angka ini lebih kecil dari daya angkut KRL yang hadir sebelumnya; KRL mampu mengakut penumpang sampai 2.000 orang sekali jalan.
Akan tetapi, yang perlu disambut baik adalah perubahan pola pikir kita untuk menggunakan transportasi massal setiap melakukan pergerakan. Tak hanya masyarakat, tetapi juga elitnya. Para pejabat tinggi, bisa menggunakan transportasi massal ini untuk berangkat kerja.
Selain mengatasi kemacetan, membuat kota indah, juga menghemat biaya transportasi di kantor-kantor atau negara. Di Thailand, pejabat kelas wali kota pergi ke balaikota menggunakan kereta ini. Begitu pula dengan stafnya.
Hadirnya MRT harus menjadi momentum perubahan cara berpikir kita secara struktural dalam menggunakan moda transportasi. Ke depan tidak hanya MRT yang hadir, namun transportasi masal lagi untuk menjawab keluhan warga kota. **
*Ude D Gunadi