Oleh: Gumilar Satriawan
Sektor Kesehatan adalah sektor strategis yang masuk dalam ranah hak asasi manusia ( HAM ) dan sebagai fitrah manusia sehingga sektor ini bisa ditarik kemana-mana sesuai interest penderita dan petugas yang terlibat dibidang kesehatan tersebut. Betapa pentingnya sektor kesehatan ini, Perserikatan Bangsa Bangsa secara khusus langsung menangani sektor kesehatan dunia yaitu melalui badab WHO yang dimulai pada 7 april 1948 sebagai kordinator kesehatan negara-negara di dunia meliputi pemberantasan penyakit menular epidemik dan pandemik di bumi ini.
Sebuah ilustrasi pentingnya sector kesehatan adalah di Indonesia dan mungkin dinegara lain di dunia juga sama, dengan hanya selembar surat keterangan dokter atau puskesmas dan rumah sakit alasan kesehatan yang buruk, seorang staff bisa untuk tidak masuk kantor. Dengan surat keterangan sehat pula seseorang tersangka bisa mangkir panggilan Aparat Penegak Hukum. Bahkan untuk urusan dengan Tuhan pun alasan kesehatan bisa menjadi bisa mendapat keringanan dalam ibadah nya sesuai kaidah Fiqh meski tanpa surat keterangan dokter.
Negara manapun di dunia termasuk Indonesia mengakui eksistensi sector kesehatan secara dejure dan defacto sebagai faktor utama dalam persyaratan seleksi jabatan penting kenegaraan misal Presiden, Menteri dan Calon Legislatif, terlebih pada calon Tentara, Polisi dan ASN harus memenuhi standar kesehatan yang baik. Begitu pula dengan swasta, tidak bisa orang memiliki penyakit menular menjadi pegawai dilingkungannya karena dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap rekan seisi dikantornya. Apalagi yang telah terpapar penyakit Covid-19 jangan coba-coba memaksakan diri bisa kena peringatan keras Pemerintah atau sangsi sosial masayarakat.
Sebegitu penting nya sektor Kesehatan bahkan di era pandemik sekarang ini kemana mana masyarakat harus mempersiapkan biaya tambahan rapid test dan swab jika dinyatakan reaktif. Mungkin kedepan akan diberlakukan sertifikasi vaksin covid-19 bagi masyarakat yang melakukan perjalanan melalui transpotasi darat dan udara. Inilah masa bonanza bisnis kesehatan yang tidak hanya di Indonesia tetapi di dunia manapun.
Ibarat prajurit sedang kokang senjata dan melesatnya peluru, Pemerintah bergerak cepat ,disektor keuangan sebagai dampak dari pandemi ini Pemerintah pun telah banyak mengeluarkan kebijakan Perpu Corona No. 1 tahun 2020 tentang KSSK, Gubernur BI, OJK dan LPS yang tidak bisa dituntut secara Pidana dan Perdata dalam mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Lalu diperkuat dengan Perpres No.82 tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional ( PEN ). Seperti dampak perang betapa berat nya Pemerintah berjibaku dan mengalokasikan anggaran PEN ini sebesar Rp. 695,2 Triliun dimana Kemenkes sendiri memperoleh alokasi sebesar Rp. 87,55 Triliun dari Rp. 57,4 Triliun pada APBN 2020 sebelumnya. Sama hal yna dengan perang senjata dampaknya pada kesehatan dan ekonomi masyarakat, bedanya perang fisik dampaknya meliputi infrastruktur dan akses transportasi.
Pandemik covid-19 sebagai momok berbahaya bagi Pemerintah, untuk itu dengan cara apapun dilakukan dengan membuat kebijakan dalam mengantisipasi dampak terutama dari sektor ekonomi dan sosial kemasyarakatan untuk mencegah semakin banyaknya rakyat miskin dan hal terburuk yaitu penyebaran masif pandemik dimasyarakat. Namun langkah-langkah pemerintah cederung tidak melakukan pencegahan penyakit dari aspek kesehatan pribadi ( self body immunity ). Pemerintah tidak pernah memberikan arahan kebijakan pencegahan penyakit Covid-19 dengan pendekatan konsumsi makanan rempah yang mengandung banyak vitamin, nutrisi, antioksidan untuk menguatkan imun tubuh, sebagaimana Nusantara dikarunai kekayaan rempah-rempah yang melimpah ruah , memiliki banyak kelebihan sebagai antigen dan imunmodulator untuk pencegahan penyakit pandemic covid-19. Sudah banyak literatur yang menuliskan tentang rempah-rempah sebagai sumber daya hayati Nusantara telah banyak digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit ringan dan berat secara turun temurun warisan nenek moyang terlebih untuk menguatkan imun tubuh.
Dengan mengkonsumsi misal minuman ektrak daun kelor, jahe, kunyit, dan minuman probiotik yang mengandung banyak nutrisi, antioksidan, antikanker, antigen tersebut maka imun tubuh kita akan meningkat. Minuman herbal tersebut mudah diperoleh dan melimpah di Indonesia sebagai suplemen atau obat berbasis kearifan lokal, harganya murah dan tidak menimbulkan efek samping membahayakan karena juga pencegahan lebih efektif dari pada pengobatan.
Kita ingat Indonesia pernah melakukan banyak gerakan riil yang memang nyata manfaatnya bagi rakyat. Kampanye kesehatan ini di inisialisasi pemerintah ketika banyak masyarakat terkena penyakit gondok maka dilakukanlah segera kampanye gerakan garam beryodium, atau untuk meningkatkan gizi siswa sekolah maka dibuatkan segera gerakan minum susu dan makan telur. Kita semua rindu gerakan seperti itu yang tidak hanya membuat rakyat tenang tetapi ongkos Pemerintah juga akan lebih murah. Penulis mencoba berimajinasi ada pejabat public dimedia televisi mengeluarkan pernyataan bahwa masyarakat wajib menguatkna imun tubuh dengan meminum produksi herbal nusantara yang sudah terbukti turun temurun dari nenek moyang telah menyembuhkan jutaan orang dari berbagai penyakit. Pernyataan ini akan berdampak positif terhadap bukan hanya kesehatan masyarakat tetapi juga perekonomian nasional dari UMKM yang berjumlah ribuan penjual herbal akan menaikan pendapatan dan bahkan memunculkan UMKM UMKM baru untuk menopang perekonomian keluarganya mereka dari jumlah UMKM 59,2 jt di Indonesia tahun 2020 ( Kemenkop UKM ).
Itulah kebijakan kesehatan berdasarkan kearifan lokal yang diharapkan, ketika Pemerintah membangga-banggakan adat budaya Nusantara yang tetap harus dilestarikan dengan pakaiannya selalu kerap dikenakan pada hari-hari besar tertentu, tetapi secara substantif dari kearifan lokal itu sendiri sedikit sekali dilakukan.