Oleh Khaerul Izan
GEDUNG Sate yang dahulu bernama Gouvernements Bedrijven kini sudah berumur 100 tahun. Bangunan tersebut sejak tahun 1980 kemudian menjadi Kantor Gubernur Jawa Barat.
Peletakan batu pertama pembangunan Gedung Sate sendiri yaitu pada tahun 1920 saat Indonesia masih dijajah oleh Belanda.
Tepat pada tanggal 27 Juli 2020, Gedung Sate merayakan hari jadinya yang ke-100 tahun.
“Gedung Sate ini sudah berusia 100 tahun,” kata Kepala Bidang Industri Pariwisata, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Azis Zulfikar di Bandung, Sabtu, kepada rombongan Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Forwaparekraf).
Zulfikar mengatakan dari literatur, bahwa Gedung Sate memiliki sejarah yang panjang, di mana pembangunannya merupakan proyek Pemerintah Hindia Belanda untuk merelokasi pusat pemerintahan dari Batavia (Jakarta).
Gedung Sate ini merupakan salah satu gedung yang dirancang untuk pusat pemerintahan, karena pada waktu itu Hindia Belanda akan membangun sebuah kompleks perkantoran.
Disebut sebagai Gedung Sate karena gedung ini mempunyai ciri khas yang unik, yaitu ornamen 6 tusuk sate yang ada di atas menara sentral. 6 tusuk sate ini melambangkan 6 juta Gulden yang dipakai untuk membangun gedung berwarna putih ini pada masanya.
Dia melanjutkan, ditemukan adanya denah pembangunan pusat pemerintahan dan pembangunan Gedung Sate ini awalnya direncanakan terdiri dari 17 bangunan berbeda.
Namun akibat krisis ekonomi pada perang dunia pertama, maka hanya tiga bangunan yang mampu direalisasikan oleh Hindia Belanda pada saat itu.
“Gedung Sate hanya akan menjadi awal dari pembangunan Kompleks Pemerintahan Pusat Hindia Belanda untuk menggantikan peran Batavia. Menurut masterplannya akan dibangun 17 gedung hanya saja yang terealisasi baru tiga bangunan dikarenakan adanya krisis ekonomi akibat perang dunia pertama,” ujarnya.
Gedung Sate dibangun selama empat tahun mulai dari 1920 dan baru digunakan pada tahun 1924.
Untuk arsitektur pembangunan sendiri mengadopsi semua kultur yang ada, baik dari Eropa, Asia maupun Nusantara, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pilar-pilar yang mewakili.
Seperti adanya bangunan yang berbentuk menyerupai masjid atau nuansa Islam, ada juga candi dan bangunan yang bernuansa kan Eropa.
Di bagian timur dan barat terdapat dua ruang besar yang akan mengingatkan pada ruang dansa (ball room) yang sering terdapat pada bangunan masyarakat Eropa.
Ruangan ini lebih sering dikenal dengan sebutan aula barat dan aula timur, sering digunakan kegiatan resmi. Paling atas terdapat lantai yang disebut Menara Gedung Sate, lantai ini tidak dapat dilihat dari bawah, untuk menuju ke lantai teratas menggunakan lift atau dengan menaiki tangga kayu.
Kesempurnaan megahnya Gedung Sate dilengkapi dengan Gedung Baru yang mengambil sedikit gaya arsitektur Gedung Sate namun dengan gaya konstektual hasil karya arsitek Ir. Sudibyo yang dibangun tahun 1977 diperuntukkan bagi para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga legislatif daerah.
Destinasi wisata
Gedung Sate telah menjadi salah satu tujuan objek wisata di kota Bandung. Khusus wisatawan manca negara banyak dari mereka yang sengaja berkunjung karena memiliki keterkaitan emosi maupun histori pada Gedung ini.
Keterkaitan emosi dan histori ini mungkin akan terasa lebih lengkap bila menaiki anak tangga satu per satu yang tersedia menuju menara Gedung Sate. Ada 6 tangga yang harus dilalui dengan masing-masing 10 anak tangga yang harus dinaiki.
Zulfikar menambahkan, mulai tahun 2020 Gedung Sate dibuka untuk umum terutama pada akhir pekan dan menjadi salah satu destinasi wisata.
Masyarakat pun dapat menyusuri jejak-jejak historis Jawa Barat dengan menghadirkan “tour guide” berpengalaman di Museum Gedung Sate.
Kini dengan hanya perlu membayar Rp5.000, wisatawan sudah bisa mempelajari lebih dekat sejarah pembangunan Gedung Sate di Museum Gedung Sate secara komprehensif dan dengan pendekatan digital.
Menurut rencana, kata Azis bahwa Kompleks Gedung Sate ini akan terus dikembangkan sebagai destinasi wisata yang ramah bagi pejalan kaki dengan pembangunan pedestrian hingga mencapai Monumen Juang.
“Harapannya hal ini dapat semakin menarik perhatian wisatawan berkunjung, karena Gedung Sate sangat tepat menjadi centrepoint pariwisata Kota Bandung,” katanya.
Dan dalam rangka masa Adaptasi Kebiasaan Baru, Gedung Sate pun menerapkan protokol kesehatan ketat sebagai bagian upaya mewujudkan pariwisata yang aman dan nyaman di Provinsi Jawa Barat.
“Tapi untuk saat ini kami masih menutup untuk umum, setelah ada pegawai disini yang terpapar COVID-19,” katanya.
Sejak lama, gedung ini sangat terkenal tidak hanya di kota Bandung saja, melainkan juga sudah terkenal di Jawa Barat dan Indonesia.
Tidak hanya bangunannya saja yang sangat disukai, namun juga unsur pelengkap bangunan tersebut berupa taman yang sangat terawat dengan baik.
Gedung yang disebut-sebut sebagai ‘Gedung Putih-nya Bandung’ ini sekarang telah menjadi salah satu tempat wisata di Bandung.
Taman di sekeliling Gedung Sate adalah lokasi favorit untuk wisatawan berfoto-foto, baik berfoto biasa untuk kenang-kenangan maupun foto untuk pengantin dan pengambilan gambar untuk film. ***