Oleh : Sachrial (Praktisi Hukum, Penggiat Sosial, Budaya dan Politik)
RUMOR penundaan Pemilu 2024 kini terbantahkan dengan KPU menetapkan batas akhir pendaftaran Caleg pada tanggal 14 Mei 2024.
Tahapan ini telah menjawab segala upaya penundaan Pemilu 2024 akan tetap dilaksanakn sesuai jadwal tahapan.
Batas akhir pendaftaran Caleg tanggal 14 Mei 2023 ,tidak dengan sendirinya menghapus kegamangan para Caleg apakah proposional tertutup atau terbuka.
Sidang di MK masih berlangsung
Para Pemohon Perkara 114/PUU-XX/2022 Sdr.Riyanto dkk mendapatkan dukungan dari Yusril Selaku Ketua PBB dan PDI Perjuangan yang keukeukeh atas sistem Proposional Tertutup,tidak ketinggalan peran Pemerintah dalam hal ini Kemendagri memberi Ucapan terima Kasih pada para Pemohon Perkara 144/2022.Proposional tertutup pun menjadi sangat liar dengan pernyataan penyelengara demokrasi sdr.Hassyim Asy’ari yang telah memberi kisi-kisi bahwa MK akan mengabulkan Pemohon Perkara 144/2022.Pernyataan tendensius dari ketua KPU RI justru merusak tatanan demokrasi itu sendiri.Itulah sebab hembusan angin proposional tertutup begitu sangat kencang dan kuat menghantam bangunan proposional terbuka.
Tulisan ini akan mengulas tentang “Kemustahilan Proposional Tertutup”
diberlakukan pada Pemilu 2024 kelak.
Dalil Pemohon Perkara 144/2022
1. Adapun alasan Pemohon dapat dilihat pada naskah Perbaikan Permohonan dari Para Pemohon Perkara 114/2022 di Paragraf III.1 s.d III.19 (bab alasan Permohonan)yang subtansinya menceritakan tentang sistem Proposional Terbuka adalah melanggar konstitusi sehingga ujungnya merusak kehidupan bermasyarakat bangsa dan sekaligus menjadikan Dunia Parpol sebagai Pihak yang dirugikan.
2. Pada Paragraf III.20 s.d III.25 (bab alasan Permohonan) subtansinya bercerita tentang rakyat yang bingung dikarenakan rumitnya sistem Proposional Terbuka.
3.Bab VIIB (Pemilihan Umum) pada UUD 1945 sama sekali tidak ditemukan satupun petunjuk yang menunjuk legal standing individual bagi rakyat secara langsung untuk berada pada hajatan Pemilu.
4.Pada Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 sudah sangat jelas menyebutkan ; Peserta Pemilu …adalah Partai Politik. Artinya yang memilki legal standing dalam Pemilu itu adalah Parpol, bukan individual rakyat. Itulah alsaan-alasan Pemohon Perkara 144/2022.
Menjadi Pemohon Pihak Terkait
Tentunya alasan ini membuat sesak di dada dan merusak pikiran saya selaku praktisi hukum,hingga rasanya perlu Kami mengajukan menjadi Pemohon Pihak Terkait yang berbeda dan tak sejalan dengan Para Pemohon Perkara 144/2022 dan Pakar HTN.
Bahwa sejak Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008.Memberlakukan Proposional Terbuka dan meninggalkan Pemilu Gaya Orla dan Orba Para Partai membludak untuk mendaftar. Kalau saja partai merasa dirugikan dengan sistem Proposional Terbuka maka pendaftar peserta pemilu 2024 dari 40 dan terverifikasi menjadi 18 Parpol Tk.Nasional dan 6 Parpol Tk.Daerah, tentu tak akan mendaftarkan diri sebagai peserta pemilu 2024.
Ruginya dimana?
Selain itu, semestinya para ahli tata negara,ketua Parpol mengajukan uji materi pada saat sejak Pertama kali proposional terbuka selesai dilaksanakan. Kerugian konstitusional bisa dilihat langsung pada penyelengaraan pemilu proposional terbuka Pertama kali. Kenapa baru sekarang? Tentu hati para Pakar HTN dan Parpol yang tahu jawabannya.
Atas dasar itulah, Kami yang sama-sama mempunyai legal standing mengajukan menjadi Pemohon Pihak Terkait.
Pengajuan permohonanan sebagai Pihak Terkait Pengujian Pasal 168 ayat(2),Pasal 342 ayat (2),Pasal 353 ayat (1) huruf b,Pasal 386 ayat (2) huruf b,Pasal 420 huruf c dan d ,Pasal 422,Pasal 426 ayat (3) Undang-Undang No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU 7/1017) terhadap UUD 1945 yang dimohon oleh Riyanto dkk yang diregestrasi di Kepanitraan MKRI dengan Nomor Perkara 114/PUU-XX/2022.
Telah diserahkan dan diterima oleh MKRI Pada tanggal 21 Maret 2023 dengan No.108-84/PUU/PAN.MK/AP3. Pihak Terkait a.n Sachrial.
Pemohon Pihak Terkait adalah Pihak yang berkepentingan secara langsung atas pokok Permohonan dari Para Pemohon Perkara 114/2022.Legal standing yang sama tetapi berbeda pendapat dengan Pemohon Perkara 114/2022.
Adapun perbedaannya Pemohon Pihak Terkait (a.n Sachrial) diantaranya:
1. Bila Proposional Terbuka melanggar konstitusi dan Parpol merasa dirugikan (Pemohon) Fakta membuktikan tiap Ada pemilu Parpol yang mendaftar menjadi peserta pemilu tetap membludak.
2.Tentu tak mungkin Parpol mendaftar bila sistem Proposional Terbuka suram dan kelam sebagaimana yang digambarkan Pemohon.
3.Salah satu syarat lolosnya Parpol tentu harus adanya anggota Parpol.Tidak akan Ada anggota masyarakat yang mau menjadi kader partai bila proposional terbuka sekelam dan sesuram yang digambarkan Pemohon.
4.Pemohon Perkara 114/2022 secara esensi telah “meragukan kewarasan berpikir” seluruh warga negara RI dan Parpol.
5.Karena perbuatan yang dilakukan oleh seluruh warga negara dan Parpol yang mengikuti UU maka para Pemohon Perkara 114/2022″merasa” mengalami kerugian konstitusional.Secara tidak langsung Pemohon mengatakan bahwa Norma UU yang salah telah membuat seluruh warga negara dan Parpol di RI telah bersama-sama melakukan inkonstitusional yang akhirnya merugikan Pemohon Perkara 114/2022.
LApa mungkin warga dan Parpol yang telah taat asas melakukan proposional terbuka diartikan menjadi penyebab inkonstitusional bagi Pemohon?
6.Model pelaksanaan Pemilu di Republik ini salah duanya adalah (1) Bebas,(2) Rahasia, suka-suka pemilih mencoblos siapapun dan itu sifatnya rahasia.Pada pemilu 2019 terdapat 139 juta pemilih warga negara Indonesia maka perbuatan 139 juta pemilih itulah yang sebenarnya menimbulkan dampak kerugian konstitusional dari Pemohon Perkara 114/2022.
7.Jika kita ikuti alur berpikir para Pemohon Perkara 114/2022 maka dampak kerugian konstitusionalnya terletak pada 139 juta pemilih bukan pada adanya norma-norma di UU Pemilu yang dimohonkan untuk dibatalkan.
8.UUD 1945 dan UU Pemilu telah menegaskan adanya prinsip bebas dan rahasia.Prinsip bebas dan rahasia itulah yang “ruang nyata” untuk menolak atau tidak suka dengan norma UU tersebut.Ga perlu repot-repot uji materi.
9. Maka bila kita ikuti konstruksi pemikiran Pemohon Perkara 144/2022,pendosa sebenarnya yang menyebakan kerugian konstitusional bukanlah *Proposional Terbuka*,tetapi justru Ada pada prinsip bebas dan rahasia itulah yang menjadi pendosa sebenarnya.Pendosa yang menyebabkan kerugian konstitusional para Pemohon Perkara 144/2022.Hapuslah Prinsip Bebas dan rahasia dijamin tak Ada kerugian konstitusional.
10.Hadirnya Pakar HTN dengan bayaran tinggipun yang di Identikan dengan M.Nasir Muda.Sdr.Yusril Ihza mengajukan diri jadi Pihak Terkait 144/2022.
Dalil EYD-KBBI pun menjadi argumennya.
Pada VIIB (Pemilihan Umum) pada UUD 1945 sama sekali tidak ditemukan satupun petunjuk yang menunjuk legal standing individual bagi rakyat secara langsung untuk hajatan demokrasi.Dan jika berpendapat bahwa pada pasal 22E ayat (3) UUD 1945 sudah sangat jelas menyebutkan :Peserta Pemilu ..adalah Parpol. Artinya yang mempunyai legal standing dalam pemilu adalah parpol,bukan individual rakyat.Frasa langsung,umum, bebas, rahasia, jujur dan adil pada pasal 22E ayat (1) UUD 1945 tidak disambung dengan frasa yang menunjuk bahwa perbuatan tersebut dilakukan langsung oleh rakyat.Bisa dimaknai pula “langsung, umum, bebas,ra hasia, jujur,dan adil yang dilaksanakan oleh parpol”.
Tentu, Kami kaget dengan Dalil sekaliber Yusril yang Pakar kenegaraan berpikir seperti itu.Bagaimana Prof Yusril dengan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Pada UUD 1945 ketika frasa “kemakmuran rakyat” tidak disambung dengan nama negara kita Indonesia. Wajarlah kalau begitu “kemakmuran rakyat” bisa rakyat negara mana saja. Sungguh mengerikan Prof ?.
11.Para Pemohon Perkara 144/2022, menyebut bahwa suara tidak sah adalah parameter dari rakyat yang bingung pada Pemilu.Tentu Parameter ini Sungguh melecehkan.Kita ambil contoh data daerah paling timur di Indonesia pada Form.D.C 1 DPR Pada Pemilu 2019 menunjukan bahwa pemilih justru tidak bingung.Suara tidak sah masih dibawah angka prosentase suara sah.Ini menunjukan bahwa yang bingung adalah para Pemohon Perkara 144/2022.
12.PDIP pun yang keukeuh untuk proposional tertutup justru suara DPR-RI PDIP pada Pemilu 2019 di 15 Provinsi unggul pada mencoblos calegnya.Itu artinya Proposional Terbuka tidak membuat bingung.
Bila realita ini tidak diperhatikan maka PDIP sendiri Melawan Kehendak Rakyat pada proposional terbuka.
Hampir 91 persen mencoblos Caleg dan 9 persen men-Coblos Parpol PDIP itu sendiri.
Akankah masih keukeuh Melawan kehendak rakyat bung?
Alasan-alasan itulah yang mendasarkan mengajukan “Pemohon Pihak Terkait” legal standingnya sama dan berbeda pada pokok permohonan Perkara.Untuk dipertimbangkan,diputuskan,dan kemudian dicatatkan sebagai bagian tidak terpisah dari putusan Perkara ini.
Pemilu Mixing, Hybrid atau Nusantara
Kita sudah Punya istilah Islam Nusantara, semoga kelak pada Pemilu 2024 ini menjadi Pemilu tetap mixing, hybrid atau Nusantara.
Pada Permohonan (Keterangan Tertulis) Pihak Terkait an.Sachrial, pada halaman 7 s.d 11 Ada poin-poin penting yang Kami ajukan Guna menjadi pertimbangan Hakim MK, diantaranya:
1. Para Pemohon mendalilkan legal standingnya dirinya sebagai warga yang aktiv sebagai pemilih pada Pemilu.Anehkan padahal dirinya tidak sedang baik-baik dengan model proposional terbuka.Mestinya bila memang proposional terbuka membuat rugi secara konstitusional maka pilihan Golput menjadi sangat gentle bagi para Pemohon.
2. Bahwa teori-teori adalah dialektika,tertutup atau terbuka bukanlah soal “mana yang baik mana yang buruk”.
3. Bangsa ini sudah cukup cerdas soal dialektika.Mixing kedua model itu pun dilakukan.Terkait teknis pelaksanaan model pemilu langsung di republic ini,adalah mixing kombinasi,tidak 100 persen modelnya proposional terbuka.Faktanya pada Kertas suara (a) tiap Parpol dibedakan dengan baris dan kolom-nya sendiri-sendiri (b) baris dan kolom nama Caleg berada didalam baris parpol(c)masih dihalalkan mencoblos di kolom Parpol dan hasil coblosnya itu pun tetap dihitung sebagai pendapatan Parpol.Kalau mau benar proposional terbuka secara saklek maka Coblos pada partai tidak akan dihitung sebagai pendapatan suara Parpol.
3.Karenanya bagi mereka fans proposional tertutup tak mesti khawatir.Hak-haknya tetap disediakan”kolom khusus”.
4.Jangan lemparkan semua masalah Menggunakan “open legal policy”saatnya MK ambil alih ini agar Tak bulak-balik dalam membuat legacy.
Poin-poin diatas telah disampaikan pada tanggal 21 Maret 2023 oleh Pemohon Pihak Terkait an.
Sejalan dengan itu pada 7 April 2023 diberbagai media on line dikenalkan sistem hybrid oleh hakim MK sdr.Arif Hidayat.
Maka dengan muncul sistem hybrid artinya bahwa “Proposional Tertutup Mustahil akan diberlakukan”.
Disusul dengan berita 9 Mei 2023 Hakim MK menyatakan dengan tegas tidak “melempar” open legal policy.
Dari berita diatas sesungguhnya MK sedang mencari formulasi Pemilu 2024 dengan racikan ke-indonesian dengan di gawangi oleh 9 Hakim MK. Kita serahkan semuanya pada putusan MK yang akan membuat sejarah pada Pemilu 2024 apakah akan Melawan Kehendak rakyat? Mari kita tunggu bersama.*
Editor: Deddy