Kelak, Peraturan KPU No.6 Tahun 2023 Akan Menuai Masalah Besar

- Editor

Kamis, 9 Maret 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

HINGAR bingar Penundaan Pemilu 2024 melalui Putusan PN Jakpus, secara tidak langsung menjadi bahan kritisi pada semua tahapan Pemilu.

Begitupun pada produk hukum yang telah ditetapkan dan diundangkan menjadi bagian yang ikut ditunda, bila itu terjadi. Tapi tenang, Presiden telah menghibur semua kerisauan penundaan Pemilu, bahawa Pemilu 2024 tetap jalan sesuai tahapan.

Kerisauan Penundaaan Pemilu 2024 bisa ditepis dan dihibur, tapi tidak berlaku bagi Peraturan KPU No. 6 Tahun 2023 Tentang Daerah Pemilihan Dan Alokasi Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Dalam Pemilu Tahun 2024. Telah Ditetapkan Ketua KPU, Hasyim Asy’ari pada Tanggal 6/2/2023 dan diundangkan oleh Menteri Hukum Dan HAM RI, Yasona H.Laoly. Berita Negara RI Tahun 2023 Nomor 137.
Khususnya untuk Kabupaten Bandung, akan tetapi bisa juga terjadi di kota dan kabupaten lain.

Bila pembentukan daerah pemilihan dilakukan dengan tindakan yang tak terukur serta tak memperhatikan prinsip-prinsip dasar pembentukan Dapil, akan berpeluang pada rivalitas yang tak seimbang, akhirnya prinsip keterwakilan pun tak terpenuhi. Apalagi bila dapil hanya dibentuk untuk menguntungkan peserta pemilu tertentu. Tentu ini sangatlah berbahaya untuk sebuah nama keterwakilan.

Pembentukan Dapil terkait pada Alokasi Kursi di Kabupaten Bandung, apakah telah sesuai dengan pasal 185 UU Pemilu No.7/2017? Kerisauan ini tak serisau penundaan Pemilu 2024.

Kerisauan 7 Dapil

Pada PKPU No.6 Tahun 2023. Daerah Pemilihan Jawa Barat Untuk DPR-RI sebanyak 11 Dapil dan Alokasi 91 Kursi, DPRD 15 Dapil dan Alokasi 120 Kursi, sementara untuk DPRD Kabupaten 7 Dapil dengan Alokasi 55 kursi.

Bila kita bicara hukum dalam kata yang sederhana, tidak akan ada alokasi bila tak ada dapil, maka kata dapil lebih didahulukan untuk menentukan alokasi kursi.

Bila kita lihat PKPU No.6/2023, maka kajian utamanya atau aturan, norma yang harus didahulukan adalah Daerah Pemilihannya baru setelah memenuhi prinsip-prinsip perdapilan lanjutan bahasanya adalah alokasi kursi.

Apa prinsip dasar penyusunan dapil? Tentu itu semua dijelaskan oleh PKPU 16/2017. Diantaranya adalah :
1.Kesetaraan Nilai
2.Ketaatan pada sistem proposional
3.Proposionalitas.
4.Integritas wilayah
5.Conterminous
6.Kohesivitas
7.Kesinambungan

Dimana didapat dapil maka itu semua dari peta wilayah. Pada peta wilayah apa saja prinsip yang harus diterapkan,yakni prinsip coterminous (kecamatan), Integritas wilayah (letak, batas, jangkauan jarak tempuh terkait pada sarana dan kemudahan transportasi), Kohesivitas (sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat dan kelompok munoritas).

Baru setelah ketiga prinsip diatas terpenuhi, dalam berbagai kajian dan masukan pendapat dari para pemangku kepentingan dibahaslah jumlah penduduk kabupaten dimana menghasilkan 55 kursi.

Artinya, kajiannya bukanlah dimulai dari 55 kursi disebar ke wilayah maka hasilnya menjadi 7 Dapil. Bila KPU Kabupaten Bandung memulai proses internalisasi kajiannya dari peta wilayah maka pasti dapil yang akan dihasilkan bukanlah 7, tapi bisa lebih dari itu dengan mengukur dan menimbang keterwakilan. Inilah yang kelak akan membuat kerisauan.

Kerisauan Menampikan Tanggapan Masyarakat

Pada Pengumuman No.325/PL.03.1-PU/3204/2022 Tentang Rancangan Penataan Daerah Pemilhan Dan Alokasi Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Adapun pengumumannya tertanggal 23 November 2022.

Kedua Rancangan ini tentu diuji publikan terlebih dahulu. Perlu juga diketahui bahwa KPU pun menyediakan form Model Tanggapan Masyarakat-Dapil. Form itu tentu dibuat oleh uang rakyat dan form inipun tentu harus dikaji, dipelajari. Buat apa dibuat Form tapi tidak ada pengkajiannya. Itu artinya Bahwa KPU mem-bubadzirkan anggaran form tanggapan dan paling parahnya lagi adalah menganggap sepi dan tiada atas tanggapan masyarakat.

Jadi untuk apa dibuka tanggapan masyarakat bila tak dikaji dan dipertimbangkan? Ini adalah kecerobohan fatal dalam penyelenggaran pemilu di Kabupaten Bandung. Karena tanggapan dan masukan dari masyarakat tentu bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk kebaikan semua warga Kabupaten Bandung yang berjumlah 3 jutaan lebih. Tentu ini sangat lancang dan tindakan melanggar HAM. Ini tentu harus ditindak lanjuti secara hukum.

Sebagai informasi, pada tanggal 15 september 2022, dua warga kampung tanpa gajih dan tak makan dari uang rakyat bernama Cecep dan Deni memberikan usulan pengkajian komprehensif tentang penetapan Dapil di Kabupaten Bandung. Dilanjut secara formil mengisi isian model tanggapan masyarakat-dapil 2 minggu sebelum uji publik. Alhasil KPU Kabupaten Bandung melakukan Uji Publik 2 hari berturut-turut. Hari pertama di Kantor KPU dan hari Kedua di Hotel Mewah daerah Kabupaten Bandung. Padahal sdr.Cecep dan Deni menurut PKPU RI No.16/2017–Bahwa Pada Ayat (1) dengan melibatkan peserta dari unsur Pemangku Kepentingan lain-nya.

Cecep dan Deni adalah sebagai warga masyarkat dan pemilih yang telah memperhatikan dan bersusah payah memberikan tanggapan atas Uji Publik tersebut.

Jelas, Cecep dan Deni adalah pemangku kepentingan lainya yang setara secara hukum dengan pemerintah daerah, partai politik tingkat kabupaten/kota, Bawaslu kabupaten/kota, dan pemantau pemilu.

Pertanyaannya adalah kenapa pemangku kepentingan lainya tak diundang Uji Publik oleh KPU Kabupaten Bandung? Apakah karena masukan Pemangku Lainya dapat membuat risau KPU Kabupaten Bandung, atau malah KPU Kabupaten Bandung sedang main petak umpet dengan partai politik ditingkat kabupaten? Atau KPU Kabupaten sedang melakukan aksi “dapil ” dibentuk dan diperuntukan untuk menguntungkan peserta pemilu? Semua yang bisa jawab ini adalah para Komisioner yang ada di KPU Kabupaten Bandung.

Maka, yang harus dirisaukan bukanlah penundaan Pemilu 2024, tapi justru yang harus dirisaukan adalah para penyelengara demokrasi di Pemilu 2024, akankah benar-benar menciptakan dan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang amanah pada Pancasila dan UUD 1945? Tapi bila para penyelengaranya sudah masuk pada Katagori IKP (Indeks Kerawanan Pemilu) tingkat 3 nasional apa bisa diharapkan?

Selanjutnya bagaimana bila mereka para pemberi tanggapan melakukan : 1. judicial review di Mahkamah Agung (MA), Terkait PKPU No 6/2023. 2. Melaporkan Ketua KPU Kabupaten tentang etik pada DKPP.
Inilah yang pada akhirnya akan menjadi maslah besar buat penyelengara demokrasi.

Terakhir kami akan mengutip pepatah Arab.
Al-ilmu fi al shudur laa fii shutur (Ilmu itu ada di dada bukan dilembar-lembar kertas ada proses internalisasi dari apa saja yang menjadi kajian).*

Berita Terkait

Rakyat Banten Tidak Tinggal Diam: Soliditas Kultural dalam Melawan Kejahatan Agung Sedayu
Pajak untuk Hadiah Pribadi dari Luar Negeri, Apakah Ini Adil?
ASN, Haruskah Kita Percaya Lagi?
Sosok Pemimpin KBB ke Depan, Bagaimana Parpol?
Refleksi, Memasuki Abad ke-4 Kabupaten Bandung Mestilah Jujur
Tiga Tahun Menjadi Bupati: Sebuah Refleksi Diri
Dari SITUNG ke SIREKAP, Rekapitulasi Pemilu Berujung Penjara?!
Menakar Kinerja Pj Bupati Bandung Barat

Berita Terkait

Senin, 10 Maret 2025 - 12:46 WIB

Rakyat Banten Tidak Tinggal Diam: Soliditas Kultural dalam Melawan Kejahatan Agung Sedayu

Sabtu, 10 Agustus 2024 - 23:39 WIB

Pajak untuk Hadiah Pribadi dari Luar Negeri, Apakah Ini Adil?

Sabtu, 27 Juli 2024 - 15:13 WIB

ASN, Haruskah Kita Percaya Lagi?

Jumat, 28 Juni 2024 - 12:53 WIB

Sosok Pemimpin KBB ke Depan, Bagaimana Parpol?

Rabu, 1 Mei 2024 - 10:40 WIB

Refleksi, Memasuki Abad ke-4 Kabupaten Bandung Mestilah Jujur

Berita Terbaru

NEWS

Selasa, 1 Apr 2025 - 19:04 WIB